Rabu, 21 Juni 2017

contoh makalah nilai ideal dakwah



BAB I

PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Sesungguhnya Dakwah (dalam pengertian ini adalah seruan kepada jalan Allah), pada masa lalu, masa saat ini dan yang akan datang tetap merupakan pekerjaan yang harus dilaksanakan bagi setiap mukmin sejati. Dakwah juga merupakan misi utama bagi mereka yang menginginkan tercerahkannya umat Nabi Muhammad SAW.
Pada prinsipnya dakwah merupakan kewajiban bagi setiap individu muslim, dan harus dilaksanakan oleh setiap insan yang telah mengikrarkan dirinya untuk tunduk dan patuh pada Islam, sebagai ajaran yang benar. Dakwah atau berdakwah memiliki cakupan yang amat luas dalam konteks ‘Amar Ma’ruf Nahi Mungkar’. Tentu saja selain hubungannya dengan Allah Swt, dakwah juga berhubungan erat dengan sisi kemanusiaan.
Imam Al-Ghazali secara khusus mengkaji masalah dakwah dalam kaitannya dengan ‘Amar Ma’ruf Nahi Mungkar’ dalam kitabnya yang sangat terkenal yaitu “Ihya Ulumuddin”. Kajiannya sangat jelas menggambarkan betapa kegiatan dakwah merupakan fenomena dalam masyarakat Muslim yang menyebabkan terbentuknya masyarakat Islam. peran Muslim dalam hal ini sesungguhnya merupakan pesan Al-quran dalam surat Al-Imran ayat: 110, dinyatakan:
كنتم خير أمة أخرجت للناس تأمرون بالمعروف وتنهون عن المنكر …(أل عمران :١١٠)
“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada Ma’ruf dan mencegah dari yang Munkar..”.(QS. Ali Imran: 110)
Sebagai Khairu Ummat, setiap manusia muslim terikat oleh komitmen kemusliman yang salah satunya ialah menyoal konsistensi sikap kemusliman terhadap janji yang telah diikrarkan dan dipersaksikan oleh Allah SWT, di mana yang terpenting adalah memlihara Agama Allah di atas muka bumi ini, Firman Allah:
“Di antara (sifat) orang-orang mukmin itu adalah setia kepada perjanjian yang mereka buat dengan kesaksian Allah, maka di anatar mereka (yang berjanji itu) adalah orang yang tinggal menyelesaikan tugasnya, dan di antara mereka adalah orang yang menaati (Ketentuan Allah sesuai janji-Nya) dan mereka tak mengubah (janji) itu sedikitpun” (QS. Al-Ahzab: 23)
Dakwah merupakan upaya (proses) mewujudkan tatanan kehidupan yang Islami, memfungsikan Al-Quran dalam kehidupan secara optimal, atau dengan menafsir surat al-An’am 153, dakwah itu adalah menciptakan kehidupan (al-Hayat fi Dhilalil Quran). Dengan demikian jelaslah bahwa dakwah merupakan peran yang harus dimainkan manusia muslim dalam menghantarkan manusia kepada tatanan hidup yang Qurani.

1.2  Rumusan Masalah
Adapun perumusan  masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
1.      Pengertian Nilai Ideal Dakwah
2.      Pengertian Tauhid
3.      Pengertian Iman, Islam, dan Ihsan
4.      Pengertian Sunnah dan Hadis

1.3  Tujuan Makalah
1.      Untuk mengetahui pengertian Nilai Ideal Dakwah
2.      Untuk mengetahui pengertian Tauhid
3.      Untuk mengetahui pengertian Iman, Islam, dan Ihsan
4.      Untuk mengetahui pengertian sunnah dan hadis












 
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Nilai Ideal Dakwah
3
 
Keterangan : Bahwa Nilai Ideal Dakwah adalah mentauhidkan Allah SWT, yang kemudian melahirkan sikap Islam, Iman dan Ihsan yang mengacu kepada suri tauladan dari Nabi SAW baik dalam ucapan, amalan maupun ketetapan beliau, yang hasilnya adalah mcembersihkan diri dari segala bentuk kemaksiatan mengerjakan perintahperintah Nya dan menjauhi segala larangan-larangan Nya.
2.2 Pengertian Tauhid
Tauhid merupakan landasan dan selalu menjadi sumber dalam menentukan arah dalam bidang lainnya. Menurut tata bahasa Arab tauhid berasal dari kata wahada (menyatukan), yuwahidu (akan tetap menyatukan), dan tauhidan (benar-benar disatu-kan). Secara terminology tauhid adalah merebut itikad yang yakin tentang esanya Allah.[1]
Dalam pertahanan akidah, tauhid adalah benteng kaum muslimin, sebagaimana disampaikan junjungan kita Nabi Muhammad SAW melalui hadits qudsi, yang diriwayatkan Abu Na’im, Ibnu Najjar, dan Ibnu Taskir yang bersumber dari Ali bin Abi Thalib r.a.,
“Apabila seseorang mengucapkan kalimat tauhid,’ laa ilaaha illallah dengan hati yang penuh keikhlasan, keimanan, dan keyakinan maka berarti dia telah masuk ke dalam benteng milik Allah dan dapat bertahan terhadap segala macam kesulitan hidup. Pribadi atau umat itu akan merasa aman dari siksa dan hukuman Allah.”
Kita tidak perlu ragu bahwa Menyegarkan Akidah Tauhid Insani sangat penting dalam kehidupan, di tanah air, dimana budaya syirik ditumbuhkembangkan dengan dalih melestarikan budaya lama.
Dalam akidah islamiyah, seorang muslim tidak akan menyembah kepada selain Allah. Dan pula si muslim tidak akan meminta kepada selain Allah. Makanya surah al-Fatihah yang kit abaca minimal 17 kali sehari, harus Menyegarkan Akidah Tauhid Insani, supaya hanya Iyyakana’budu dan Iyyaka nasta’iin (hanya Allah tempat menyembah atau hanya Allah tempat meminta).
Dalam zikir, kalimat tauhid “laa ilaaha illallah” selalu diucapkan dan diulang dengan penuh kekhusyuan, pengertian, tadabur, dan kedalaman kejiwaan, bukan sekedar menggerakkan bibir atau lidah saja.
Anak kunci surge itu kata Nabi Muhammad saw. Adalah kalimat tauhid.

مِفْتَحُ اْجَنَّةَ لاَإِلَهَ إِلاَّاللهُ
"Anak kunci surge itu adalah ikrar laa ilaaha illallah”(HR al-Bazzar, Ahmad bin Hambal dari Muadz bin Jabal r.a.)
Demikianlah pentingnya tauhid dalam hidup muslim, baik sebagai benteng atau kunci surga. Apa guna kita menghabiskan malam dengan beribadah, tahajud, dan baca Al-Quran, kalau bukan untuk mencari ridha Allah untuk diganjar dengan surge-Nya kelak dalam kehidupan akhirat. Kita tidak punya pilihan dalam memperbaiki hidup umat, kecuali dengan menyegarkan akidah tauhid insan.[2]
2.3 Pengertian Iman, Islam, Dan Ihsan
Rasulullah SAW Bersabda:
عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضاً قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ، لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ، حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ: يَا مُحَمَّد أَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِسْلاَمِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : اْلإِسِلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ   وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً قَالَ : صَدَقْتَ، فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِيْمَانِ قَالَ : أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ. قَالَ صَدَقْتَ، قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِحْسَانِ، قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ . قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ، قَالَ: مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَاتِهَا، قَالَ أَنْ تَلِدَ اْلأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِي الْبُنْيَانِ، ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا، ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرَ أَتَدْرِي مَنِ السَّائِلِ ؟ قُلْتُ : اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمَ . قَالَ فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتـَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ. [رواه مسلم]
“ Dari Umar radhiallahuanhu juga dia berkata : Ketika kami duduk-duduk disisi Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada lututnya (Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam) seraya berkata: “ Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam ?”, maka bersabdalah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam : “ Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu “, kemudian dia berkata: “ anda benar “. Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang  membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “ Beritahukan aku tentang Iman “. Lalu beliau bersabda: “ Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk “, kemudian dia berkata: “ anda benar“.  Kemudian dia berkata lagi: “ Beritahukan aku tentang ihsan “. Lalu beliau bersabda: “ Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau” . Kemudian dia berkata: “ Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda: “ Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya “. Dia berkata:  “ Beritahukan aku tentang tanda-tandanya “, beliau bersabda:  “ Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian)  berlomba-lomba meninggikan bangunannya “, kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: “ Tahukah engkau siapa yang bertanya ?”. aku berkata: “ Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui “. Beliau bersabda: “ Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian “.(Riwayat Muslim)[3]

2.3.1 Iman
Pengertian Iman
Kata Iman berasal dari Bahasa Arab yaitu bentuk masdar dari kata kerja (fi’il). امن- يؤمن - ايمانا yang mengandung beberapa arti yaitu percaya, tunduk, tentram dan tenang.[4]
Imam al-Ghazali mengartikannya dengan التصديق  yaitu “pembenaran”.
Menurut Syekh Muhammad Amin al-Kurdi :
الايمان فهو التصديق با لقلب
“ Iman ialah pembenaran dengan hati”.
Menurut Imam Ab­­u Hanifah:
الايمان هو الاقرار و التصديق 
“ Iman ialah mengikrarkan (dengan lidah ) dan membenarkan (dengan hati)”.
Menurut Hasbi As-Shiddiqy ;
القول باللسان والتصد يق بالجنان والعمل باالاركان
“ Iman ialah mengucapkan dengan lidah, membenarkan dengan hati dan mengerjakan dengan anggota tubuh”.
Menurut Imam Ahmad bin Hanbal mendefinisikannya dgn:
 قول و عمل و نية و ثمسك بالسنة
  “Ucapan diiringi dgn ketulusan niat dan dilandasi dgn berpegang teguh kepada Sunnah”.[5]
Jadi bisa disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Iman adalah Membenarkan segala sesuatu baik berupa perkataan,hati,maupun perbuatan. Sesuai dengan hadits Rasulullah saw diatas sudah jelas bahwasanya ada enam rukun iman yang harus diyakini untk menjadi seorang islam yang sempurna dan menjadi seorang hamba Allah yang ihsan nantinya.

2.3.2 Islam
Pengertian Islam
Kata Islam berasal dari Bahasa Arab adalah bentuk masdar dari kata kerja
اسلم – يسلم - اسلاما   Yang secara etimologi mengandung makna : Sejahtera, tidak cacat, selamat. Seterusnya kata salm dan silm, mengandung arti : kedamaian, kepatuhan, dan penyerahan diri.[6] Dari kata-kata ini, dibentuk kata salam sebagai istilah dengan pengertian : Sejahtera, tidak tercela, selamat, damai, patuh dan berserah diri. Dari uraian kata-kata itu pengertian islam dapat dirumuskan taat atau patuh dan berserah diri kepada Allah.[7]
Secara istilah kata Islam dapat dikemukan oleh beberapa pendapat :
a.      Imam Nawawi dalam Syarh Muslim :
الاسلام وهو الاستسلام والانقياد الظاهر
“Islam berarti menyerah dan patuh yang dilihat secara zahir”.
b.      Ab­­ A’la al-Maudud berpendapat bahwa Islam adalah damai. Maksudnya seseorang akan memperoleh kesehatan jiwa dan raga dalam arti sesungguhnya, hanya melalui patuh dan taat kepada Allah.
c.       Menurut Hammudah Abdalati Islam adalah menyerahkan diri kepada Allah SWT.Maksudnya patuh kepada kemauan Tuhan dan taat kepada Hukum-Nya.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Islam itu ialah tunduk dan taat kepada perintah Allah dan kepada larangannya.

2.3.3 Ihsan
Pengertian Ihsan
Kata ihsan berasal dari Bahasa Arab dari kata kerja (fi’il) yaitu :
احسن – يحسن – احسا نا  artinya : فعل الحسن  ( Perbuatan baik ).
Menurut istilah ada beberapa pendapat para ulama,yaitu:
     a.    Muhammad Amin al-Kurdi, ihsan ialah selalu dalam keadaan diawasi oleh Allah dalam segala ibadah yang terkandung di dalam iman dan islam sehingga seluruh ibadah seorang hamba benar-benar ikhlas karena Allah.[8][7]
     b.    Menurut Imam Nawawi Ihsan adalah ikhlas dalam beribadah dan seorang hamba merasa selalu diawasi oleh Tuhan dengan penuh khusuk, khuduk dan sebagainya.[9]

2.4 Sunnah Rasul
            Sunnah menurut bahasa berarti tradisi, adat kebiasaan. Sunnah dalam terminology Islam adalah perbuatan, ucapan, dan ketetapan Nabi Muhammad SAW atau disebut af’al, qaul,dan  taqrir. Pengertian sunnah tersebut biasa disebut hadis yang berarti berita atau kabar.
            Ada sebagian ulama membedakan pengertian sunnah dengan hadis. Sunnah diartikan sebagai perbuatan, ucapan, dan ketetapan atau keizinan Nabi Muhammad SAW yang asli, sedangkan hadis adalah catatan tentang perbuatan, ucapan, dan ketetapan Nabi Muhammad SAW yang sampai kepada kita. Oleh karena itu, semuanya adalah sumber hukum dan sumber pedoman hidup. Namun, hendaknya juga diakui bahwa terminology ilmu antara hadis dan sunnah sudah dianggap identik.
            Dalam pembicaraan mengenai sunnah, kita sering menemukan perkataan sunatullah. Maksud perkataan itu berbeda dengan arti sunah Rasul.
            Sunatullah adalah ketentuan Allah SWT mengenai hukum-hukum yang berlaku bagi alam sebagai hukum objektif yang pasti. Contoh sunatulla, seperti hukum bahwa setiap benda yang dilempar keatas dalam ketinggian tertentu pasti mendapatkan daya tarik bumi. Itulah yang disebut sunatullah.
            Salah satu jenis sunnah ialah sabda-sabda Nabi Muhammad SAW sedangkan Al-Quran pun melalui ucapan Nabi Muhammad SAW. Al-Quran adalah wahyu Allah SWT yang isi dan redaksinya disusun Nabi Muhammad SAW dan Nabi tidak memerintahkan sahabat untuk menuliskannya pada waktu itu.
            Di samping itu, sebagaimana tersebut di atas, terdapat pula beberapa terminology yang ada sangkut pautnya dengan sunnah atau hadis, yaitu:
1.      Atsar, yaitu perbuatan dan ucapan para sahabat Nabi Muhammad SAW yang kadang-kadang disebut hadis maukuf.
2.      Khabar, yaitu yang menyangkut semua berita dari manapun datangnya. Ada kalanya hadis Nabi Muhammad SAW di sebut khabar, seperti pengertian sunnah dalam bahasa sunnatul awwalin, yang artinya tradisi orang-orang terdahulu.[10]
Sunnah atau hadis dapat dibagi menjadi beberapa macam, diantaranya adalah
sebagai berikut :
1.      Apabila ditinjau dari segi bentuknya, hadis terbagi kepada :
a.       Fi’li, yaitu perbuatan Nabi Muhammad SAW.
b.      Qauli, yaitu ucapan Nabi Muhammad SAW.
c.       Taqriri, yaitu ketetapan atau keisinan Nabi Muhammad SAW yang disaksikan oleh Nabi dan Nabi tidak melarangnya.
2.      Apabila ditinjau dari segi jumlah orang-orang yang menyampaikannya, sunnah dan hadis terbagi atas:
a.       Mutawatir, yaitu hadis yang diriwayatkan orang banyak dan yang menurut akal yang tidak mungkin mereka bersepakat dusta serta disampaikan melalui indra.
b.      Masyhur, yaitu hadis yang diriwayatkan orang banyak yang khalayak ramai, tetapi tidak sampai derajat mutawatir, baik karena jumlahnya maupun karena tidak dengan indra.
c.       Ahad, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh seorang atau lebih yang tidak sampai kepada tingkat masyhur maupun mutawatir.
3.      Apabila ditinjau dari kualitasnya, hadist terbagi atas :
a.       Sahih, yaitu hadis yang sehat dan diriwayatkan oleh orang saleh dan kuat hafalanny; materi dan persambungan sanadnya dapat dipertanggungjawabkan.
b.      Hasan, yaitu hadis yang memenuhi persyaratan hadis sahih, tetapi segi hafalan pembawanya kurang kuat.
Apabila mematuhi Rasulullah, ia berarti patuh dan mencintai Allah SWT. Disamping itu, dengan melaksanakan sunnah Rasul berarti mencintai Allah SWT dan akan mendapat kasih saying-Nya dengan memperoleh ampunan dari-Nya.[11]












BAB III

 
PENUTUP
3.1  Simpulan
1.      Nilai Ideal Dakwah adalah mentauhidkan Allah SWT, yang kemudian melahirkan sikap Islam, Iman dan Ihsan yang mengacu kepada suri tauladan dari Nabi SAW baik dalam ucapan, amalan maupun ketetapan beliau, yang hasilnya adalah mcembersihkan diri dari segala bentuk kemaksiatan mengerjakan perintahperintah Nya dan menjauhi segala larangan-larangan Nya.
2.      Menurut tata bahasa Arab tauhid berasal dari kata wahada (menyatukan), yuwahidu (akan tetap menyatukan), dan tauhidan (benar-benar disatu-kan). Secara terminology tauhid adalah merebut itikad yang yakin tentang esanya Allah.
3.      Kata Iman berasal dari Bahasa Arab yaitu bentuk masdar dari kata kerja (fi’il). امن- يؤمن - ايمانا yang mengandung beberapa arti yaitu percaya, tunduk, tentram dan tenang.
4.      Kata Islam berasal dari Bahasa Arab adalah bentuk masdar dari kata kerja
اسلم – يسلم - اسلاما  Yang secara etimologi mengandung makna : Sejahtera, tidak cacat, selamat. Seterusnya kata salm dan silm, mengandung arti : kedamaian, kepatuhan, dan penyerahan diri.
5.      Muhammad Amin al-Kurdi, ihsan ialah selalu dalam keadaan diawasi oleh Allah dalam segala ibadah yang terkandung di dalam iman dan islam sehingga seluruh ibadah seorang hamba benar-benar ikhlas karena Allah SWT.
6.      Sunnah menurut bahasa berarti tradisi, adat kebiasaan. Sunnah dalam terminology Islam adalah perbuatan, ucapan, dan ketetapan Nabi Muhammad SAW atau disebut af’al, qaul,dan  taqrir. Pengertian sunnah tersebut biasa disebut hadis yang berarti berita atau kabar.


11
 
           




 
DAFTAR PUSTAKA
Abduh , Muhammad. 1976. Risalah Tauhid, (Terjemahan) H. Firdaus. Jakarta : Bulan Bintang.

Ahmad , A.Malik. 1967. Tauhid Membentuk Pribadi Muslim jilid 1. Jakarta: Perchidmatan Adjaran Islam.

Arifin, Samsul. 2014. Pendidikan Agama Islam. Yogyakarta: Deepublish.

Asmaran AS. 1992. Pengantar Study Tauhid. Jakarta : Rajawali Prees.

Imam An-Nawawi.Syarhu Al-Arba’in An-Nawawiyah.hal.37

Louis Ma’luf. Kamus al-Munjid. Beir­­t : al-Maktabah al-Katulikiyah, T.th.

Taher , K.H. Tharmizi. 2002. Menyegarkan Akidah Tauhid Insani: MATI di Era Klenik. Jakarta: Gema Insani Press.














12
 
 























[1] A.Malik Ahmad, Tauhid Membentuk Pribadi Muslim jilid 1. (Jakarta: Perchidmatan Adjaran Islam, 1967), hal.19
[2] K.H. Tharmizi Taher, Menyegarkan Akidah Tauhid Insani: MATI di Era Klenik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), hal.93-94.
[3] Imam An-Nawawi.Syarhu Al-Arba’in An-Nawawiyah.hal.37
[4] Louis Ma’luf, Kamus al-Munjid, Beir­­t : al-Maktabah al-Katulikiyah, T.th, hlm.16
[5] Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, (Terjemahan) H. Firdaus, Jakarta : Bulan Bintang, 1976, hlm.257
[6] Ibid hal.48
[7] Asmaran AS, Pengantar Study Tauhid, Jakarta : Rajawali Prees, 1992, hlm.84

[9]Ibid hal.104
[10] Samsul Arifin, Pendidikan Agama Islam, Yogyakarta: Deepublish, 2014, hal.119-120
[11] Samsul Arifin, Pendidikan Agama Islam, Yogyakarta: Deepublish, 2014, hal.121-124

Arsip Blog